Dipati
Karna dalam perang baratayudha membela Kurawa sampai tetes darah
penghabisan justru demi kejayaan Pandawa Lima yang nota bene adalah
adik-adiknya sendiri, yaitu; Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa. Senjata Pasopati milik Arjuna akhirnya berhasil membuat Dipati Karna perlaya di medan tegal kuru setra.
Gatot
Kaca sebagai panglima perang dari pasukan elit angkatan udara menjadi tawur (tumbal) dan gugur di medan jurit oleh senjata kunta, satu-satunya rudal milik Dipati Karna yang justru atas strategi Batara Kresna agar senjata Kunta
yang hanya dapat satu kali digunakan itu tidak jadi diarahkan kepada
Arjuna yang menjadi sasaran utama Dipati Karna.
Resi Bisma
yang tak mempan oleh serangan senjata apapun dan berfihak kepada kurawa justru
dipecundangi oleh seorang prajurit wanita bernama Srikandi.
Kumbakarna
gugur di medan perang demi membela tanah air tanah tumpah darahnya
yaitu negara Alengka Dirja yang justru dipimpin oleh seorang raja yang
diktator dan sangat kejam yaitu Rahwana (Prabu Dasamuka) kakaknya
sendiri yang kala itu tengah bertempur melawan balatentara Rama,
Lesmana, Anoman, Anggada, Anila dan Sugriwa.
Gunawan
Wibisana adiknya Kumbakarna justru berfihak kepada pasukan Rama dan
dibuktikan dengan maju bertempur justru melawan putranya Rahwana yang
bernama Indrajit (Megananda) yang memiliki senjata pemusnah masal yaitu
panah Nagapasa. Dikala itu Rama, Lesmana dan pasukannya hampir dikalahkan oleh
Indrajit dan justru Gunawan Wibisana lah yang mampu menandingi dan
membinasakannya.
Itulah beberapa contoh para kesatria yang
rela berkorban jwa raga serta harga diri demi kejayaan nusa dan bangsa
(Patriotisme) versi wayang yang didasari rasa cinta dan bangga terhadap
negara/tanah air tercinta (Nasionalisme).
Dalam sejarah perjuangan bangsa
Indonesia, kita mengenal banyak pahlawan yang kesemuanya memiliki jiwa
Nasionalisme dan Patriotisme untuk mewujudkan cita-citanya. Contohnya
adalah Robert Wolter Monginsidi yang rela berkorban di hukum oleh
penjajah Belanda dan gugur dihadapan satu pasukan regu tembak, Kapiten Pattimura yang rela gugur di atas tiang gantungan, Komodor Yos Yoedarso rela tenggelam bersama pasukannya dalam suatu pertempuran heroik di laut Aru demi mempertahankan tanah air dan berhasil menyelamatkan 2 bahtera lainnya, I. Gusti Ngurah Rai mengomandoi puputan (perang sampai tetes darah penghabisan) di Margarana demi kejayaan nusa dan bangsa. Srikandi-Srikandi Indonesia pun telah membuktikan jiwa nasionalisme dan patriotisme, bahkan bertempur maju ke garis depan seperti Cut Nyak Dien, Cut Meutia, Herlina si Pending Emas. Dan masih
banyak hal-hal lainnya yang kesemuanya mereka jalani dengan penuh
keikhlasan tanpa pamrih. Esa hilang dua terbilang, patah tumbuh hilang berganti, gugur satu tumbuh seribu, dari pada hidup bercermin bangkai lebih baik mati berkalang tanah... "Merdeka atoe Mati."
Sungguh prihatin banyak para pelajar & mahasiswa (pemuda) sebagai penerus bangsa yang belum memahami makna dari hari "Sumpah Pemuda", padahal seharusnya mereka wajib tahu latar belakang dan cita-cita para pemuda bangsa Indonesia di kala tersebut.
Sesungguhnya para pelajar (mahasiswa) saat itu baru menyadari pentingnya rasa persatuan dan kesatuan, maka timbulah rasa nasionalisme & patriotisme yang sangat tinggi dengan terbentuknya Budi Utomo pada tgl 20 Mei 1908 yang merupakan tonggak sejarah lahirnya Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas).
20 (dua puluh) tahun kemudian para pemuda Indonesia pun berikrar yang terkenal dengan sebutan "Sumpah Pemuda" pada tgl 28 Oktober 1928 yang menyatakan bertanah air satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu, yaitu; Indonesia dan pada saat itu pula Wage Rudolf Supratman salah satu pemuda Indonesia untuk yang pertama kalinya memperkenalkan lagu kebangsaan "Indonesia Raya" dengan iringan musik biola tanpa syair lagu mengingat situasi & kondisi pada waktu itu.
Bisa kita bayangkan sungguh mulia cita-cita para pemuda bangsa Indonesia pada saat itu padahal kemerdekaan bangsa Indonesia baru bisa diraih pada tgl 17 Agustus 1945, itupun atas inisiatif & desakan para pemuda kala itu yg berbeda pendapat dg kalangan tua hingga memicu terjadinya penculikan Soekarno - Hatta dlm insiden Rengas Dengklok setelah rakyat Indonesia mendengar kekalahan Jepang oleh tentara Sekutu dlm perang dunia kedua. Artinya 17 (tujuh belas) tahun sesudah pemuda/i bersumpah baru diperoleh kemerdekaan tersebut.
Jadi rasa persatuan, kesatuan, cinta & bangga terhadap Indonesia (Nasionalisme) serta semangat rela
berkorban demi kejayaan nusa bangsa (Patriotisme) mereka pertahankan selama 20 + 17 = 37 (tiga puluh tujuh) tahun demi mencapai cita-cita kemerdekaan yang mereka dambakan bersama. Sekarang untuk mengisi kemerdekaan bisakah kita mempererat rasa kesatuan dan persatuan? Bisakah kita tetap bersatu? Bisakan kita memiliki jiwa nasionalisme & patriotisme selama 37 th? Bisakah kita rela berkorban demi mencapai cita-cita bersama yg dilandasi 5 (Lima) Pilar Kebangsaan? Yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, Bhineka Tunggal Ika , dan Kerukunan Nasional. Hanya sejarah dan sang waktu jualah yang bisa menjawab semuanya... It's Ok!!
Sekarang di era reformasi ini
apakah masih ada manusia-manusia Indonesia yang masih memiliki jiwa
Nasionalisme dan Patriotisme tersebut?? Apakah hasil Pilpres September 2014 dapat mengeliminir dan mengatasi dekadensi moral bangsa?? Why not?
Raden Arjuna
Pidato monumental Bung Tomo Tgl 10 Nopember 1945
Membakar semangat Patriotisme dan Nasionalisme ~>
Download
Korupsi didadaku...
Korupsi kebanggaanku ~>
Download
Role Playing
Cinta Tanah Air ~>
Download